Kukibas-kibaskan kipas kertas bergambar bunga itu sambil berjalan, panas sekali. Tujuan selanjutnya, Hasedera. Ya, cocok sekali namanya: kuil taman bunga. Memasuki teras Hasedera, saya disambut oleh gemericik air dari kolam. Benar-benar khas taman Jepang, mungkin taman yang kulihat di majalah desain mencontek layout taman ini. Hehehe… sok teu banget ya? :p Ada beberapa kelompok tanaman bunga iris di gundukan tanah berlapis rumput, kolam berisi ikan, jembatan kecil diatas kolam, stepping stone hitam dikelilingi kerikil putih, keren sekali! saya langsung berpikiran, kalau ibuku lihat, dijamin langsung panggil tukang untuk bikin duplikatnya dibelakang rumah. :D Bedanya dengan taman Jepang yang pernah kulihat di majalah, yang ini lumayan guedhe. Batang bambu tempat air mengalirpun lumayan panjang, airnya dibiarkan mengucur keatas batu-batu kali hiasan kolam, sehingga suara percikannya terdengar nyaring. Sejenak saya terdiam disana, menikmati suasana yang nyaman. Kubuka botol minuman yang tadi kubeli di stasiun Tokyo, sudah nggak dingin tentunya, tapi kuharap masih cukup menyegarkan. Kuteguk cepat2 sambil celingak-celinguk takut kelihatan orang, soalnya disini nggak umum untuk makan / minum / merokok di tempat terbuka. Kulanjutkan perjalananku menjelajahi Hasedera. Kuil utama di Hasedera tak terlalu menarik. Memang sih, ada patung Budha berlapis emas, tapi nggak boleh difoto, huh... tapi lumayan, dapat juga foto satu patung bertangan banyak. Omong-omong tentang patung, kalau diperhatikan, ada berbagai macam patung disini. Ada patung Budha yang berupa lelaki gemuk berambut keriting seperti Daibutsu tadi, ada juga yang langsing tinggi berparas menyerupai wanita macam Dewi Kwan Im di kuil China dengan tambahan halo (lingkaran sinar) dibelakang kepalanya. Kesamaan keduanya adalah membawa semacam tasbih bulat-bulat ditangannya. Biasanya saya biasa-biasa saja kalo melihat patung, mungkin karena tak pernah menonton film serem yang hantunya keluar dari patung. Tapi patung yang ini beda, ojizo-sama namanya. Hanya dengan melihat deretan patung ini, bulu kudukku meremang. Ojizo-sama atau singkatnya sering disebut Jizo, adalah patung yang dibentuk menyerupai bayi atau anak kecil. Patung ini ada yang berdiri sendiri, tapi umumnya dibuat berbaris banyak. Tak hanya ada di kuil atau di area pemakaman, Jizo juga sering ditemui di pinggir jalan. Di Hasedera, jizo setinggi lutut orang dewasa berjajar rapi, beberapa diantaranya dipakaikan topi / syal dan mantel bayi, disekelilingnya dinyalakan beberapa batang lilin meskipun masih siang, seram sekali. Konon, ojizo-sama adalah pelindung bayi dan anak-anak di dunia bawah. Biasanya disekitar Jizo ditaruh bebatuan dan kerikil, dengan harapan itu akan mengurangi penderitaan anak-anak tersebut di dunianya, kebiasaan ini dikaitkan dengan pembangunan stupa untuk melindungi patung. Kadang oleh para orangtua pengunjung Jizo, patung tersebut dibawakan mainan atau celemek makan bayi yang sudah meninggal, supaya Jizo melindungi arwah anak mereka. Terkadang ada juga orangtua yang memberikan ‘sesaji’ berupa mainan dan pakaian untuk Jizo, supaya anak mereka sembuh dari penyakit yang sudah parah. Disini, jizo tak hanya sebaris dua baris, mungkin ada puluhan bahkan ratusan. Entahlah, saya nggak merasa perlu menghitungnya, yang pasti ini deretan Jizo terbanyak yang pernah kulihat. Tak mau berlama-lama didekat Jizo, kulanjutkan langkahku melewati Bentenkutsu, suatu gua kecil dengan lilin menyala untuk menghormati Benten (bukan Ben10 tokoh komik lho, Benten ini salah satu dewa). saya bergidik, ah, sebelas-duabelas nih sama seremnya. Hiy… cepat-cepat saya berlalu ke belakang kuil utama, melewati jalan setapak yang dinamai Hydrangea Path. Kalo jaman kecil saya pernah belajar menyanyi lagu bukit berbunga tanpa tau artinya, nah, disini saya merasa menemukan bukit berbunga yang sebenarnya. Lagi, teringat Ibuku dan bunga-bunga di halaman rumah. Thank God it’s July! Bukit Hasedera diselimuti Hydrangea berbagai warna. Putih, Ungu, Kuning, Pink, you name it! Cukup melelahkan memang mendaki bukit ini, tapi setibanya di puncak, kita bisa melihat Samudera Pasifik dari balik pepohonan. Sebenernya view yang dominan jadi atap-atap rumah yang berada dilembah dibawah kita, tapi lautnya masih tetap kelihatan kok. Di tempat ini, lagi-lagi bertemu patung Budha… kali ini berwajah pria, kepalanya gundul dengan halo dibelakangnya, posisi berdiri memegang tongkat yang sedikit lebih tinggi dari badannya. Puas dengan perjalananku, kali ini saya bisa tertidur di kereta dan bangun tepat sebelum stasiun tujuanku. Oya, mungkin saya belum bilang kalau Kamakura ini sekitar 1 jam perjalanan dari Tokyo. Bisa pakai JR langsung dari Tokyo, atau kalo lewat Ofuna katanya sih bisa pakai monorail ke Enoshima. Belum pernah coba yang lewat Enoshima, tapi katanya seru karena jalannya sempit & kalau kita duduk di gerbong depan bisa sport jantung lihat daerah hunian yang mepet sama rel kereta.
No comments:
Post a Comment